ABSTRAK
Pada
saat ini Era Globalisasi menyebabkan arus informasi dan mobilitas manusia dari
satu daerah ke daerah lain bergerak dengan cepat. Hal ini memungkinkan interaksi
manusia antara satu bangsa dengan bangsa lainnya menjadi semakin intens. Salah
satu akibat yang ditimbulkan dari adanya globalisasi ini adalah adanya pengaruh
yang sangat kuat dari nilai-nilai dan budaya luar yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat, terutama kaum muda. Hasil awal menunjukan bahwa identitas nasional mahasiswa
dilihat terbawa arus globalisasi, namun terlihat adanya pergeseran nilai-nilai
lama yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat
nilai-nilai baru yang diadopsi dari budaya luar sebagai hasil dari globalisasi.
Jika tidak diimbangi dengan pembinaan yang baik dan benar, maka akan terjadi
kurangnya nilai dan budaya yang diserap masyarakat, banyak yang tidak sejalan
dengan nilai-nilai Pancasila, sehingga dikhawatirkan hal ini berdampak pada
tergerusnya nilai-nilai nasionalisme dan identitas bangsa.
Kata kunci:
globalisasi, modernisasi, identitas nasional
PENDAHULUAN
Globalisasi memberikan
kemudahan bagi manusia di dunia untuk berinteraksi dan perlahan menghilangkan
perbedaan yang membatasi mereka. Era globalisasi ditandai dengan adanya
perkembangan teknologi, telekomunikasi, dan transportasi, sejak awal abad
ke-20. Globalisasi dianggap memberikan kesempatan berkompetisi bagi
negara-negara maju (seperti halnya Amerika, Eropa, dan Jepang) yang memiliki
kuasa secara global dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, politik, serta
keamanan militer, ilmu pengetahuan dan teknologi. Sementara itu, bagi Indonesia
sebagai negara dunia ketiga yang kaya akan sumber daya alam, sumber daya manusia
dan budaya melekat padanya, globalisasi akan menghadirkan peluang dan tantangan
yang harus diwaspadai. Beberapa bentuk tantangan di era globalisasi, antara
lain liberalisasi, westernisasi, internasionalisasi, dan universalisasi.
Tantangan lainnya adalah bagi pertahanan dan keamanan bangsa, lemahnya rasa
identitas nasional, menyebabkan mudahnya paham ekstrimis untuk mempengaruhi dan
menyusup pada remaja-remaja Indonesia sehingga mudah disusupi oleh pola pikir
dan kepentingan dari pihak–pihak yang tidak bertanggung jawab dan menjadi
rentan terhadap perpecahan.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Identitas nasional
merujuk pada kewarganegaraan yang dimiliki seseorang. Mayoritas identitas
nasional diperoleh seorang individu berdasarkan pada tempat dimana dia
dilahirkan dan dibesarkan oleh keluarganya. Perkembangan transportasi di era
globalisasi ini memungkinkan identitas nasional bersifat dinamis. Seorang individu
dapat memperoleh identitas nasionalnya karena perpindahan penduduk antar bangsa
atau imigrasi, dan proses naturalisasi. Identitas nasional menjadi pembeda
antara menjadi warga negara satu dengan warga negara lainnya. Identitas
nasional merupakan salah satu bagian dari identitas sosial yang menjadi ciri
dan keanggotaan seorang individu dalam kelompok masyarakat yang berbangsa,
sehingga memiliki keterikatan yang kuat dengan tanah air mereka. bangsa
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan,
saling menghormati dan suka bergotong-royong. Hal tersebut tentu saja menjadi
kekuatan tersendiri bagi Indonesia sebagai bangsa yang memiliki keragaman suku,
etnis, agama, dan berbagai kategori kelompok budaya lainnya.
Keller (2006) menyatakan
dalam penelitianya bahwa untuk mengatasi dan mencegah dampak buruk dari
globalisasi, perlu adanya penguatan nilai-nilai tradisional dan lokal yang
menjadi identitas dan perekat. Apabila suatu masyarakat mampu memegang teguh
nilai tersebut, masyarakat tersebut tidak akan tergusur oleh dampak
globalisasi. Namun di lain pihak, Maftuh (2008) menyatakan bahwa pada saat ini
bangsa Indonesia sedang menghadapi berbagai tantangan terhadap penerapan dan
implementasi nilai-nilai pancasila. Padahal Pancasila merupakan nilai dan
ideologi dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi masyarakat
Indonesia.
Tantangan tersebut di
antaranya, (1). pengamalan nilai Pancasila yang masih belum dilaksanakan dengan
maksimal oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut Maftuh
menyatakan bahwa implementasi pengamalan nilai-nilai Pnacasila hanya sebatas
simbolis saja. (2). kehidupan masyarakat indonesia, pada khususnya anak muda
banyak dipengaruhi oleh budaya dan nilai-nilai dari luar. Pada akhirnya hal ini
berakibat pada perubahan sikap dan perilaku yang tidak selaras dengan nilai-nilai
budaya lokal. (3). selain perubahan sikap dan budaya berkaitan dengan
pergeseran nilai lokal, nilai-nilai nasionalime juga mengalami penurunan,
terutama di kalangan generasi muda. (4). berkembangnya paham keagaamaan yang
memandang universalisme lebih penting dibandingkan dengan negara kebangsaan
Indonesia. paham-paham ini juga menolak paham demokrasi dan biasanya berkembang
di kalangan mahasiwa. (5). belum maksimalnya peranan institusi pendidikan
formal dan non formal dalam usaha-usaha internalisasi nilai-nilai Pancasila,
termasuk nilai-nilai nasionalisme kepada bangsa indonesia (Maftuh, 2008).
Pergeseran dan perubahan
identitas seperti yang dinyatakan oleh Kaldor, seiring dengan perkembangan
teknologi, budaya dan pemikiran manusia. Perkembangan yang membawa perubahan
pada akhirnya mengharuskan manusia untuk menyesuaikan dan menyelaraskan kehidupannya
(Antonsich, 2009). Diantaranya dengan penyesuaianpenyesuaian perilaku dan
tatanan kehidupan. Seperti yang dinyatakan oleh informan dalam penelitian ini,
bahwa mereka merasakan adanya berbagai bentuk pergeseran perilaku, sikap dan
karakter masyarakat yang menjadi ciri atau jati diri bangsa Indonesia, pada
jaman dahulu dibandingkan dengan jaman sekarang. Perubahan tersebut di
antaranya:
Menanggapi salah satu
himbauan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan mengenai
orang tua yang diharuskan mengantar anak di hari pertama masuk sekolah guna
mengingatkan kembali tradisi yang beberapa tahun terakhir sering diabaikan oleh
orang tua terutama keluarga di kota besar, maka Widia (mahasiswa program studi
Ilmu Komunikasi) berpendapat bahwa hal tersebut merupakan wujud dari adanya
pergeseran perilaku masyarakat Indonesia yang cenderung mengabaikan hubungan
keakraban dalam keluarga
Sering kali media massa
dianggap sebagai salah satu penyebab terjadinya perubahan pola perilaku dan
pola pikir generasi muda. Media massa memiliki tiga fungsi utama yaitu sebagai
media informasi, edukasi dan hiburan. Namun disisi lain, media massa dapat pula
memberikan pengaruh negatif terhadap khalayaknya, terutama generasi muda. Hal
ini tentu saja menjadi salah satu bentuk tantangan di era globalisasi, saat
media massa lebih sering menampilkan tren atau gaya hidup budaya asing, yang
terkadang memiliki nilai-nilai budaya yang berbeda dengan bangsa Indonesia.
KESIMPULAN
Globalisasi
merupakan kekuatan unik yang tak dapat dibendung, ia menerpa batasanbatasan
nasional, merubah cara berpikir dan perilaku yang sudah terbentuk dengan mapan.
Di satu sisi globalisasi membawa dampak positif, namun demikian globalisasi
juga meninggalkan dampak negatif pada sebagian lainnya (Keller 2006; Fookes et
al. 2006). Melalui perubahan berupa kontak dan interaski sosial yang semakin
luas, hal tersebut memberikan kesempatan pada pertumbuhan ekonomi bersamaan
dengan tantangan terhadap isntitusi tradisional serta praktek-praktek dan
kebiasaan yang telah terbentuk sebelumnya. Murdock dalam Omokodhion (2006)
menyatakan elemen-elemen dalam masyarakat yang terpengaruh termasuk memasak,
menari, keramah tamahan, keluarga, permainan, pemerintahan, sapaan, candaan,
bahasa, hukum, medis, musik, kehamilan, perdagangan, kunjungan, pendidikan,
pembagian pekerjaan, makanan yang dianggap tabu, hak pemakaman, hak property, agama,
cara berpakaian dan permbuataan perlatan.
Berkaitan
dengan berbagai tantangan yang dihadapi oleh bangsa indonesia sebagai dampak
negatif dari globalisasi, beberapa usaha dapat dilakukan dan digalakan untuk
mencegah terjadinya pergeseran nilai yang mengakibatkan melemahnya karakter dan
identitas nasional bangsa indonesia diantaranya adalah melalui usaha untuk
mewujudkan kesadaran individu untuk lebih mencintai bangsa dan memberikan wujud
nyata rasa cinta tersebut melalu karya nyata. Antonsich (2006) menyatakan bahwa
kebanggaan terhadap negara berkorelasi positif terhadap loyalitas terhadap
bangsa dan identitas nasional. Kebanggaan ini dapat terwujud melalui
kegiatan-kegiatan olahraga, kompetisi atau dalam event lainnya. Oleh karena itu
dukungan negara untuk memberikan kesempatan pada berbagai elemen bangsa untuk
berprestasi dan berkreasi sangat diperlukan. Selain itu diperlukan penguatan
dan penyedaran mengenai identitas nasional dan penguatan nilai-nilai bersama
sebagai unsur kohesif yang dapat menyatukan bangsa
Indonesia
dalam menghadapi berbagai bentuk identitas baru yang bermunculan. Selanjutnya,
pendidikan mengenai kesadaran identitas nasional perlu disampaikan dan
digalakkan baik dalam pendidikan formal dan non formal.
DAFTAR PUSTAKA
https://core.ac.uk/download/pdf/324103306.pdf
Antonsich, Marco, 2009. National
Identities In The Age Of Globalisation: The Case Of Western Europe, National
Identities, 11:3, 281-299, DOI: 10.1080/14608940903081085
Castells, M., 1997. Information
Age, Economy, Society And Culture. The Power Of Identity. Oxford: Blackwell.
Fookes, Ian., Lochhead, Gareth.,
and Tsujitani, Makoto, 2006. The Nara International Discussion on
Globalization, Local Identity and Ekistics. Ekistics, jan-des, 73, 436-441,
proquest research library pg 319
Keller, Suzanne, 2006.
Globalization and Local Identity. Ekistic; Jan-Dec 2006; 73, 436-441; ProQuest
Research Library pg.41
Maftuh, Bunyamin. 2008.
Internalisasi Nilai-Nilai Pancasila Dan Nasionalisme Melalui Pedidikan
Kewarganegaraan. Educationist Vol. II No.2 Juli 2008
Samovar, Larry A., Porter, Richard
E., dan McDaniel, Edwin R., 2010. Komunikasi Lintas Budaya : Communication
Between Cultures, Salemba Humanika, Jakarta,
Komentar
Posting Komentar